Secara
geografis sekolah berada di pegunungan, sehingga suasana berkabut
kerap menyelimuti lingkungan sekolah, meski dalam waktu siang hari.
Kondisi ini sangat mendukung untuk konsentrasi belajar, akan tetapi
kurang mendukung untuk tinggal lebih lama disekolah, karena hari
akan cepat gelap tertutup kabut tebal. Mayoritas penduduk bekerja
diperkebunan teh, tidak terkecuali anak-anak. Sekolah juga
bersebrangan dengan gunung-gunung kecil lainnya.
Sekolah
berdiri tahun 2011, diusianya yang relatif masih muda, sekolah
menjadi angin segar bagi anak-anak yang memiliki mimpi tentang
kehidupan yang lebih baik. Sebelum sekolah SMPN 2 sukalarang ini
berdiri, setelah lulus Sekolah Dasar anak-anak sebagin besar tidak
melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Hal ini dikarenakan
jarak yang jauh untuk mengakses sekolah. Ketika ditanya kisaran
anak-anak yang melanjutkan sebelum ada sekolah seorang guru
menyebutkan sekitar 10% dari rata-rata 60 siswa yang lulus SD setiap
tahunnya. Jumlah tersebut tidak baku, setiap tahunnya naik-turun.
Anak-anak yang tidak melanjutkan sebagian besar bekerja di
perkebunan teh, jadi tukang ojeg dan anak perempuan akan memutuskan
untuk menikah lebih dini.
Mendapati
penjelasan guru tersebut, sudah dapat dibayangkan, sebagian besar
masyarakat yang mengisi lereng pegunungan tersebut rata-rata baru
lulus SD. Belum lagi yang memutuskan tidak sekolah, karena kurangnya
kesadaran tentang pendidikan. Tentunya dibutuhkan berbagai pihak
untuk urun memperbaiki kualitas pendidikan baik formal maupun
nonformal.
Berdirinya
sekolah merupakan gerbang harapan yang dinanti sejak dulu oleh
anak-anak Sukalarang. Sejak berdirinya sekolah anak-anak sudah mulai
banyak yang melanjutkan, meskipun pada awal belum seluruhnya, akan
tetapi di tahun kedua dan ketiga anak-anak sudah 100% melanjutkan ke
sekolah.
Bisa
melanjutkan bukan tanpa masalah, berikutnya guru mengalami kesulitan
pada saat anak berada di Kelas VIII. Anak-anak sangat rawan drop
out, karena gaul dengan teman yang tidak bersekolah, karena kaka
tingkat sebelumnya yaitu ketika sekolah belum berdiri anak-anak
tidak bersekolah akan tetapi bekerja. Lingkungan bergaullah yang
mulai menggoyahkan tekad anak-anak untuk bertahan disekolah.
Pengakuan guru-guru di kelas VIII ini guru paling sering melakukan
home visit untuk mengembalikan anak-anak ke sekolah dan mengisi
kembali kursi-kursi yang sering ditinggalkan.
Motivasi
anak bersekolah yang tidak konstan, tapi malah mengalami kurva
menurun selain disebabkan lingkungan bergaul dengan teman yang tidak
sekolah, akan tetapi faktor jadwal sekolah yang masuk siang turut
berkontribusi. Lokal yang baru 3 ruang, membuat sekolah harus
memberlakukan jadwal sekolah pagi dan siang.
Deskipsi
diatas berubah warna ketika sentuhan kegiatan yang diluncurkan
ILO-IPEC kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi yaitu
kegiatan kecakapan personal dan sosial melalui pra-vokasional.
Melalui pelatihan guru-guru merasa terinspirasi untuk lebih kreatif
dalam mengembangkan pembelajaran. Contoh-contoh kegiatan
dikembangkan untuk menstimulasi kecerdasan personal dan sosial
diaplikasikan dalam materi-materi bahan ajar pda mata pelajaran
wajib disekolah.
Kegiatan
kecakapan personal dan sosial melalui pra-vokasional diikuti oleh
siswa kelas VII yang berjumlah 59 orang. Kelas VIII dan IX merasa
perlu dengan kegiatan tersebut, sehingga usul kepada guru-guru,
supaya kegiatan tidak hanya diimplementasikan di Kelas VII, akan
tetapi merata disemua tingkat.
Berdasarkan
usulan siswa kelas VIII dan IX, akhirnya guru-guru matapelajaran
wajib mempelajari berbagai metode dalam kegiatan “Kecapakan
Personal dan Sosial” untuk diaplikasikan dalam mata pelajaran
wajib. Dampak besar dari kegiatan ini, anak-anak menjadi lebih betah
disekolah. Memiliki mimpi setinggi mungkin, tidak hanya sampai SMP
yang menjadi gerbang awal untuk tidak putus jenjang.
Harapanpun
bergulir dari guru-guru supaya pelatihan peningkatan kualitas guru
seperti yang dilakukan dalam kegiatan ILO-IPEC diperluas dan berumur
panjang, karena dampaknya akan sangat luas bagi proses pendidikan di
sekolah. Tidak hanya menstimulasi anak-anak lebih kreatif dan
memiliki kecerdasan personal dan sosialnya, akan tetapi juga
menginspirasi guru untuk terus berinovasi dalam pembelajaran. Anak
kreatif perlu didukung guru inovatif dan guru inovatif perlu
dukungan berbagai pihak untuk tetap hidup. Harapan itu membesar
seperti atmosfir yang mengusai zona langit karena lahir dari
tuntutan anak-anak, bahwa belajar dengan kreatifitas sangat
menyenangkan dan menghasilkan produk yang menjadi kebanggaan
anak-anak. Mereka yakin kelak dikemudian hari, banyak yang bisa
dilakukan dengan kemampuan yang terus diasah.
Min ini ranti nuarita sekarang kuliah di Bandung maaf mau tanya ranti tadinya mau posting tapi lupa alamat e-mail sama paswordnya kalau boleh kirim aja ke email ranti, rantinuarita@gmail.com makasih admin :)
BalasHapus