Minggu, 09 Maret 2014

Fenomena Cabe-cabean di Sukabumi

Berseragam kaos biru, entah bendera apa yang ditenteng oleh anak-anak yang sore ini memenuhi jalan trotoar sambil meneriakan cabe-cabean. Sudah menjadi pemandangan lumrah setiap Sabtu dan Minggu akan ditemukan anak-anak dengan rentang usia remaja bergerombol. Entah apa yang ingin mereka buru dan lakukan, hanya berputar-putar dengan motor, dan terkadang bergerombol dengan jalan kaki. Hasil liputan yang terpantau sore ini, mereka hanya duduk nongkrong sambil meneriakan cabe-cabean. Bila biasanya didominasi oleh anak laki-laki, sore tadi pemandangan cukup mencolok, karena remaja putri tampak tidak kalah jumlah dengan anak laki-laki. 
Energi yang begitu besar, waktu yang begitu berharga dan ide segar yang harusnya meluncur mewarnai lingkungan remaja yang sehat.  

Rabu, 05 Maret 2014

Sekolah & Impian

    Secara geografis sekolah berada di pegunungan, sehingga suasana berkabut kerap menyelimuti lingkungan sekolah, meski dalam waktu siang hari. Kondisi ini sangat mendukung untuk konsentrasi belajar, akan tetapi kurang mendukung untuk tinggal lebih lama disekolah, karena hari akan cepat gelap tertutup kabut tebal. Mayoritas penduduk bekerja diperkebunan teh, tidak terkecuali anak-anak. Sekolah juga bersebrangan dengan gunung-gunung kecil lainnya.
    Sekolah berdiri tahun 2011, diusianya yang relatif masih muda, sekolah menjadi angin segar bagi anak-anak yang memiliki mimpi tentang kehidupan yang lebih baik. Sebelum sekolah SMPN 2 sukalarang ini berdiri, setelah lulus Sekolah Dasar anak-anak sebagin besar tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Hal ini dikarenakan jarak yang jauh untuk mengakses sekolah. Ketika ditanya kisaran anak-anak yang melanjutkan sebelum ada sekolah seorang guru menyebutkan sekitar 10% dari rata-rata 60 siswa yang lulus SD setiap tahunnya. Jumlah tersebut tidak baku, setiap tahunnya naik-turun. Anak-anak yang tidak melanjutkan sebagian besar bekerja di perkebunan teh, jadi tukang ojeg dan anak perempuan akan memutuskan untuk menikah lebih dini.
    Mendapati penjelasan guru tersebut, sudah dapat dibayangkan, sebagian besar masyarakat yang mengisi lereng pegunungan tersebut rata-rata baru lulus SD. Belum lagi yang memutuskan tidak sekolah, karena kurangnya kesadaran tentang pendidikan. Tentunya dibutuhkan berbagai pihak untuk urun memperbaiki kualitas pendidikan baik formal maupun nonformal.
    Berdirinya sekolah merupakan gerbang harapan yang dinanti sejak dulu oleh anak-anak Sukalarang. Sejak berdirinya sekolah anak-anak sudah mulai banyak yang melanjutkan, meskipun pada awal belum seluruhnya, akan tetapi di tahun kedua dan ketiga anak-anak sudah 100% melanjutkan ke sekolah.
    Bisa melanjutkan bukan tanpa masalah, berikutnya guru mengalami kesulitan pada saat anak berada di Kelas VIII. Anak-anak sangat rawan drop out, karena gaul dengan teman yang tidak bersekolah, karena kaka tingkat sebelumnya yaitu ketika sekolah belum berdiri anak-anak tidak bersekolah akan tetapi bekerja. Lingkungan bergaullah yang mulai menggoyahkan tekad anak-anak untuk bertahan disekolah. Pengakuan guru-guru di kelas VIII ini guru paling sering melakukan home visit untuk mengembalikan anak-anak ke sekolah dan mengisi kembali kursi-kursi yang sering ditinggalkan.
    Motivasi anak bersekolah yang tidak konstan, tapi malah mengalami kurva menurun selain disebabkan lingkungan bergaul dengan teman yang tidak sekolah, akan tetapi faktor jadwal sekolah yang masuk siang turut berkontribusi. Lokal yang baru 3 ruang, membuat sekolah harus memberlakukan jadwal sekolah pagi dan siang.
    Deskipsi diatas berubah warna ketika sentuhan kegiatan yang diluncurkan ILO-IPEC kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi yaitu kegiatan kecakapan personal dan sosial melalui pra-vokasional. Melalui pelatihan guru-guru merasa terinspirasi untuk lebih kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Contoh-contoh kegiatan dikembangkan untuk menstimulasi kecerdasan personal dan sosial diaplikasikan dalam materi-materi bahan ajar pda mata pelajaran wajib disekolah.
    Kegiatan kecakapan personal dan sosial melalui pra-vokasional diikuti oleh siswa kelas VII yang berjumlah 59 orang. Kelas VIII dan IX merasa perlu dengan kegiatan tersebut, sehingga usul kepada guru-guru, supaya kegiatan tidak hanya diimplementasikan di Kelas VII, akan tetapi merata disemua tingkat.
    Berdasarkan usulan siswa kelas VIII dan IX, akhirnya guru-guru matapelajaran wajib mempelajari berbagai metode dalam kegiatan “Kecapakan Personal dan Sosial” untuk diaplikasikan dalam mata pelajaran wajib. Dampak besar dari kegiatan ini, anak-anak menjadi lebih betah disekolah. Memiliki mimpi setinggi mungkin, tidak hanya sampai SMP yang menjadi gerbang awal untuk tidak putus jenjang.
    Harapanpun bergulir dari guru-guru supaya pelatihan peningkatan kualitas guru seperti yang dilakukan dalam kegiatan ILO-IPEC diperluas dan berumur panjang, karena dampaknya akan sangat luas bagi proses pendidikan di sekolah. Tidak hanya menstimulasi anak-anak lebih kreatif dan memiliki kecerdasan personal dan sosialnya, akan tetapi juga menginspirasi guru untuk terus berinovasi dalam pembelajaran. Anak kreatif perlu didukung guru inovatif dan guru inovatif perlu dukungan berbagai pihak untuk tetap hidup. Harapan itu membesar seperti atmosfir yang mengusai zona langit karena lahir dari tuntutan anak-anak, bahwa belajar dengan kreatifitas sangat menyenangkan dan menghasilkan produk yang menjadi kebanggaan anak-anak. Mereka yakin kelak dikemudian hari, banyak yang bisa dilakukan dengan kemampuan yang terus diasah.